Memory Mengajar yg tak terlupakan
Selasa, 04 Juni 2013
“Penerapan
Metode Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan
pada
Pelajaran Matematika Kelas 1 SDIT LHI
(Luqman
Al Hakim Internasional)”
Oleh :
Zuli Nuraeni, S.Pd.
Berawal dari pelatihan Teacher Quality Improvement oleh Titian Foundation
yang saya jalani selama 2 pekan pada tanggal 21 Mei – 1 Juni 2012 kisah
perjalanan mengajar saya yang baru dimulai. Banyak ilmu dari pelatihan itu yang
saya aplikasikan dalam pembelajaran di kelas saya. Saya jadi lebih menghagai
anak dengan segala keunikan dan kemampuannya sendiri-sendiri.
Setiap hari saya dimulai dengan
menyambut anak-anak di depan pintu kelas, menyapa dan menjabat tangan mereka
satu per satu, ada yang datang dengan raut sedih karena harus bangun pagi dan
tidak jarang yang datang dengan penuh rasa suka cita, mereka sudah tidak sabar
bertemu dengan teman-temannya dan berharap bisa bermain sepuasnya di sekolah. Karena
itulah motivasi sebagian besar anak-anak kelas 1 SDIT LHI datang ke sekolah,
bisa bertemu dengan kawannya, dan bisa bermain bersama setiap saat.
Dan ini menjadi tantangan terbesar
untuk saya sebagai guru mereka. Memfasilitasi keinginan mereka untuk bermain
tetapi juga memberikan muatan pelajaran sebagai bekal hidup mereka. Sesuai
dengan prinsip di SD kami, pembelajaran harus efektif dan menyenangkan, ramah
kepada siswa, tidak memberatkan siswa, bisa menggali kreativitas dan
menumbuhkan rasa keingin tahuan siswa dan selalu berorientasi tauhid kepada
Allah SWT.
Sepulang dari Pelatihan TQI, saya
berusaha lebih dekat dengan anak-anak didik saya. Saya terinspirasi sekali oleh
kisah Bu Thompson dan Jack. Untuk itulah saya memandang anak-anak bukan dari
penampilan luar mereka, bukan dari kemampuan akademiknya atau bahkan latar
belakang keluarganya. Saya yakin bahwa setiap anak adalah suci, ia adalah titipan
Ilahi yang harus kita rawat dan kita sayangi. Saya berusaha menjadi guru yang
baik untuk mereka dan menjadi teman mereka, dan saya juga tidak malu untuk
bermain bersama mereka, walaupun banyak yang mencemooh saya seperti
kekanak-kanakan.
Saya berusaha mendesain pelajaran
Matematika yang saya ampu menjadi acara belajar sekaligus bermain yang
menggembirakan. Untuk memulai pelajaran saya selalu berusaha memasukkan zona
alfa / ice breaking, untuk bisa menarik perhatian siswa kepada kita dan membuat
siswa berada dalam kondisi yang rileks dan santai, karena menurut penelitian
hal itu bisa menambah konsentrasi dan daya tangkap siswa pada pelajaran. Zona
alfa yang saya lakukan kadang dengan bernyanyi, tebak-tebakan, brain gym, atau
dengan tepuk-tepukan.
Untuk materi pertama pada Matematika di kelas 1 ini adalah pengenalan angka
dan bilangan 1 - 10. Saya terinspirasi untuk mengajarkan pengenalan angka
dengan permainan Batu, Gunting, Kertas dan permainan “sudah mandah”. Anak-anak
dibagi menjadi dua kelompok yang saling berkompetisi, dan secara berlawanan
arah setiap kelompok melompat satu demi satu kotak sambil menyebutkan bilangan
yang diinjaknya. Satu kelompok akan menyebutkan bilangan itu secara maju, dan
kelompok yang lain akan membilang secara mundur. Ketika dua pemain bertemu di
satu buah kotak yang sama, maka mereka akan mengadu batu, gunting, kertas. Dan
pemain yang kalah harus mundur dan diganti dengan pemain yang lain, sedangkan
pemain yang menang akan tetap melanjutkan langkahnya. Kelompok yang bisa
mencapai kandang lawan, dialah yang menang. Posisi kandang bisa bergantian agar
semua bisa merasakan membilang maju dan mundur.
Dan kali ini anak-anak akan belajar
mengenai pengukuran panjang dengan kompetensi dasar mengenal panjang suatu
benda melalui kalimat sehari-hari dan membandingkannya. Dengan beberapa alat
peraga seadanya, saya coba memasukkan konsep pengukuran panjang secara sederhana
pada anak-anak. Sebelum memulai pelajaran, saya mengajak anak-anak ke dalam Zona
alfa/ ice breaking. Kali ini zona alfa yang saya pakai adalah dengan
tebak-tebakan.
Setelah anak-anak merasa senang dan
rileks untuk memulai belajar. Saya meminjam beberapa pensil anak, lalu saya
tanyaan pada anak-anak “Pensil manakah yang harganya paling mahal?” Mereka
tidak bisa menjawab, lalu saya tanyakan lagi, “Pensil mana yang paling panjang?”
Dengan antusias mereka berebut jawab. Saya gali mereka untuk menemukan
perbandingan lain yang bisa mereka hitung secara langsung. Alhamdulillah dengan
visualisi dua pensil yang berbeda anak-anak bisa menemukan perbandingan besar-kecil,
panjang-pendek, jauh-dekat, tinggi dan rendah. Lalu saya terangkan sedikit
mengenai hal-hal sederhana yang bisa dipakai mereka untuk mengukur panjang,
misalnya pensil, korek api, jengkal, depa, hasta, langkah, dan benda-benda di
sekitar kita. Dan itu semua termasuk dalam jenis satuan tidak baku.
Setelah itu saya buat pelajaran kali
ini dengan Scene setting bahwa setiap anak menjadi dokter yang akan memeriksa
pasiennya, dan mereka harus mengetahui kondisi fisik pasiennya tersebut, untuk
itu mereka harus mengetahui tinggi badan pasien, panjang tangannya, kakinya, dan
lain sebagainya. Mereka bermain berpasangan, yang satu jadi dokter dan yang
satunya jadi pasien. Dan bak dokter sungguhan, mereka pun dengan teliti
mengukur panjang tubuh teman dengan menggunakan pensil, jengkal dan depanya.
Setelah
mereka memahami satuan tidak baku, pertemuan berikutnya anak-anak mempraktekkan
satuan tidak baku itu dalam permainan bisik
berantai. Peraturannya adalah masing-masing kelompok membuat barisan sesuai
instruksi guru. Misalnya, “Silahkan buat barisan dengan jarak masing-masing
anak dengan jarak 3 pensil” satu perwakilan kelompok bertugas membawa pesan
pertama, dan menyampaikan pesan itu kepada teman yang lain. Teman yang paling
ujung menyebutkan pesan yang telah dititipkan itu, apakah sama dengan pesan
awal atau sudah berubah kata.
Banyak pendidikan karakter yang bisa
dibangun dalam permainan ini. Diantaranya adalah adab mendengarkan, percaya
pada teman, menyampaikan amanah, taat pada peraturan, jujur, tidak curang, dan
sabar menunggu giliran. Setelah itu guru mengganti instruksi untuk membuat barisan
dengan jarak lima jengkal, satu hasta, satu lengan, satu langkah dan satu depa.
Dalam
setiap pelajaran Matematika saya berusaha menanamkan konsep sedalam mungkin
kepada anak. Harapan saya anak-anak tidak hanya menguasai materi tetapi juga
bisa mengaplikasikan ilmu itu dalam kehidupannya, dan bahkan bisa membawa
konsep ilmu mereka sampai besar nanti.
Untuk
berikutnya materi yang akan saya sampaikan kepada anak-anak berkaitan dengan
bangun datar dengan kompetensi dasar mengenal setengah dari bangun datar. Untuk
masuk ke materi ini saya mengajak anak-anak untuk berimajinasi menjadi seorang
koki restoran yang dihadapka satu masalah besar. Suatu hari ada seorang
pelanggan yang memesan roti dengan dua macam rasa berbeda. Rasanya harus
seimbang dan tidak boleh ada yang lebih dominan. Jadi para koki tersebut harus
membuatnya dengan hati-hati agar rasanya enak sesuai dengan pesanan pelanggan
tadi. Untuk sekedar latihan anak-anak bisa mempraktekkannya dulu menggunakan
kertas.
Selanjutnya anak-anak akan mempraktekkannya
dengan menggunakan roti sungguhan. Anak-anak harus bisa memperkiran setengah
bagian roti secara tepat. Sebuah roti tawar berbentuk persegi harus mereka bagi
dua sama rata. Setengah bagiannya diberi toping keju, dan setengah bagian yang
lainnya rasa cokelat, atau lain sebagainya.
Terimakasih untuk Titian Foundation yang sudah
banyak menginspirasi saya menciptakan pembelajaran yang kreatif dan
menyenangkan untuk anak-anak. Saya tidak hanya menjadi guru yang menyenangkan
mereka tetapi juga menjadi teman dan sahabat mereka.
Semua yang saya lakukan dalam pembelajaran ini
semata-mata ingin menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan berkesan untuk
anak-anak. Mudah-mudahan tidak hanya untuk pelajaran Matematika saja tetapi
juga untuk pelajaran yang lain. Semoga tulisan ini bisa menjadi motivasi dan
inspirasi guru-guru yang lain untuk bisa mengaplikasikan pembelajaran kreatif
dan menyenangkan lainnya di sekolahnya masing-masing.
Langganan:
Postingan (Atom)